Kamis, 12 April 2012

askep TBC


A.    DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mikobakterium Tuberkulosis (Silvia, 2006). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru –paru manusia (Aditama, 1994).Tuberkulosis paru merupakan peradangan atau infeksi jaringan paru oleh mikobakterium tuberkulosa (Rumahorbo,2000).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru  (Smeltzer, 2002).Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, dkk, 2001).
Berdasarkan pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pernafasan, menular yang menyerang parengkim paru yang disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis.
B.     ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dan tahan asam, serta banyak mengandung lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan kuman ini tahan asam dan pertumbuhannya sangat lambat, kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.  Ukuran dari kuman tuberkulosiss ini kurang lebih 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada ukuran sel darah merah (Sumantri, 2008).
C.    TANDA DAN GEJALA
Tanda – tanda klinis dari penderita tuberkulosis paru sangat beragam tergantung pada kondisi tubuh  penderita, akan tetapi gejala klinis yang paling sering ditemui pada penderita antara lain (Smeltzer & Bare, 2002 ) :


a.       Batuk/Batuk darah
Pada penderita biasanya tampak batuk yang lama, batuk dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernafasan, akan tetapi batuk juga berfungsi mengeluarkan  produk radang keluar seperti dahak.
b.      Demam
Sering terjadi demam pada kondisi tertentu malahan kadang  kadang terjadi peningkatan suhu tubuh biasa mencapai 39 – 40 ˚C, karena kondisi ini terpengaruh akan daya tahan tubuh terhadap infeksi kuman tuberkulosis.
c.       Sesak nafas
Biasa terjadi jika kondisi penyakit sudah pada tahap yang kronis, dimana telah terjadi komplikasi pada paru–paru seperti terjadi efusi pleura, pneumothorak dan abses paru.
d.      Nyeri dada
Gejala ini jarang terjadi, ini akibat terjadi infiltrasi radang yang sudah mencapai pleura sehingga menimbulkan pleuritis atau radang pleura. Tampak inspirasi dan ekspirasi yang tidak normal.
e.       Malaise
Gejala sering ditemukan berupa tidak nafsu makan (anoreksia), berat badan turun secara drastis, pusing, nyeri otot  dan lain sebagainya.

D.    PATOFISIOLOGI
      Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru.
      Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk  ke organ tubuh lainnya.
      Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura  maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.
      Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus  (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range).  Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu ( Brunner & Suddart, 2002)  .
E.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien TBC dapat dilakukan diantaranya (Suryono Slamet, et al, 2001) :
1.                  Nutrisi adekuat
2.                  Kemoterapi :
Pemberian terapi pada tubercolusis didasarkan pada 3 karakteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen , hasil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen , basil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman – hingga beberapa tahun, basil yang mengalami mutasi sehingga resisten terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 18 – 24 bulan, dosis 10-20 mg/kgbb/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH, rifampizin, dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama dua bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberikan dua kali dalam satu minggu. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuskular) dan ethambutol. Terapi kortikosteroid diberikan bersama dengan obat antituberkulosis, untuk mengurangi respon peradangan, misalnya pada meningitis.
3.                  Pembedahan :
Dilakukan jika kometerapi tidak berhasil. Dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
4.                  Pencegahan :
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkolusis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan kometerapi, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

F.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Soeparman (1994), ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pemeriksaan TB Paru, sebagai berikut:
a.       Radiologi
Pada hasil foto toraks posterior anterior (PA), lateral terlihat gambaran infiltrat atau nodular terutama pada lapangan atas paru, terlihat kavitas, serta tuberkuloma atau tampak seperti bayangan atau coin lesion. Pada TB primer tampak gambaran radiologi berupa infiltrat pada paru-paru unilateral yang disertai pembesaran kelenjar limfe di bagian infiltrat berada.
b.      Mikrobiologi
Pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali setiap hari, berdasarkan pemeriksaan pada basil tahan asam (BTA) guna memastikan hasil diagnosis. Akan tetapi hanya 30% – 70% saja yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini karena diduga tidak terlalu sensitif.
c.       Biopsi jaringan
Dilakukan terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian lainnya, dimana dari hasil terdapat gambaran perkejuan dengan sel langerhan akan tetapi bukanlah merupakan diagnosis positif dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang positif adalah ditemukannya kuman mycobacterium tuberkulosa.
d.      Bronkoskopi
Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).
e.       Tes tuberculosis
Tes mantouk diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc Derivat Protein Murni (PPD) secara intra muskuler (IM), kemudian dapat terlihat dalam 48 – 72 jam setelah dites, dikatakan positif bila diameter durasi lebih besar dari 10 mm..
f.       Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase mengunakan alat histogen imunoperoksidase skrining untuk menentukan IgG sepesifik terhadap basil tuberkulosis paru.


G.    PATHWAY

Individu dengan penyakit TBC
 


Resiko infeksi

Paru-paru terinfeksi
 


Jaringan paru di invasi makrofag
              Membentuk jaringan fibrosa
Metabolisme meningkat



Batuk dan nyeri dada
             Pola nafas tidak efektif
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berkurangnya luas total permukaan membrane


Gangguan pertukaran gas

Penurunan kapasitas difusi paru




Berkurangnya oksigenasi darah

Iritasi jaringan baru

Peningkatan sekresi

Batuk darah

 



cemas
           
Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan   

  Kurang perawatan diri                 
          
     Malaise

            Intoleransi          aktivitas
Bersihan jalan nafas tidak efektif


gangguan pertukaran gas
































DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Smeltzer & Bare, 2002. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Sumantri, 2008. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.
Soeparman (1994). Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI
Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar