A.
DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh mikobakterium Tuberkulosis (Silvia, 2006).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru –paru
manusia (Aditama, 1994).Tuberkulosis paru merupakan peradangan atau infeksi
jaringan paru oleh mikobakterium tuberkulosa (Rumahorbo,2000).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksi yang menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2002).Tuberkulosis (TB)
paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis
dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, dkk, 2001).
Berdasarkan pengertian diatas
dapatlah disimpulkan bahwa penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit
infeksi pernafasan, menular yang menyerang parengkim paru yang disebabkan oleh
kuman yaitu mycobacterium tuberculosis.
B.
ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh kuman
yaitu mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dan tahan
asam, serta banyak mengandung lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga
menyebabkan kuman ini tahan asam dan pertumbuhannya sangat lambat, kuman ini
tidak tahan terhadap sinar ultraviolet karena itu penularannya terutama terjadi
pada malam hari. Ukuran dari kuman tuberkulosiss ini kurang lebih 0,3 x 2
sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada ukuran sel darah merah (Sumantri,
2008).
C.
TANDA DAN GEJALA
Tanda – tanda klinis dari penderita tuberkulosis paru sangat
beragam tergantung pada kondisi tubuh penderita, akan tetapi gejala
klinis yang paling sering ditemui pada penderita antara lain (Smeltzer &
Bare, 2002 ) :
a. Batuk/Batuk darah
Pada
penderita biasanya tampak batuk yang lama, batuk dapat mengakibatkan iritasi
pada saluran pernafasan, akan tetapi batuk juga berfungsi mengeluarkan
produk radang keluar seperti dahak.
b. Demam
Sering
terjadi demam pada kondisi tertentu malahan kadang kadang terjadi
peningkatan suhu tubuh biasa mencapai 39 – 40 ˚C, karena kondisi ini
terpengaruh akan daya tahan tubuh terhadap infeksi kuman tuberkulosis.
c. Sesak nafas
Biasa
terjadi jika kondisi penyakit sudah pada tahap yang kronis, dimana telah
terjadi komplikasi pada paru–paru seperti terjadi efusi pleura, pneumothorak
dan abses paru.
d. Nyeri dada
Gejala
ini jarang terjadi, ini akibat terjadi infiltrasi radang yang sudah mencapai
pleura sehingga menimbulkan pleuritis atau radang pleura. Tampak inspirasi dan
ekspirasi yang tidak normal.
e. Malaise
Gejala
sering ditemukan berupa tidak nafsu makan (anoreksia), berat badan turun secara
drastis, pusing, nyeri otot dan lain sebagainya.
D.
PATOFISIOLOGI
Penularan
TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi
ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel
ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau
paru–paru.
Partikel
dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer.
Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang
trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di
jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman
yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia
kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon
(fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila
menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga
masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit.
Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang
primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal),
dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer
limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range).
Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu ( Brunner &
Suddart, 2002) .
E.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
pada klien TBC dapat dilakukan diantaranya (Suryono Slamet,
et al, 2001) :
1.
Nutrisi adekuat
2.
Kemoterapi :
Pemberian terapi pada tubercolusis didasarkan pada 3
karakteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen
, hasil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen , basil yang hidup
dalam lingkungan yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman – hingga
beberapa tahun, basil yang mengalami mutasi sehingga resisten terhadap obat.
Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif,
diberikan selama 18 – 24 bulan, dosis 10-20 mg/kgbb/hari melalui oral.
Selanjutnya kombinasi antara INH, rifampizin, dan pyrazinamid (PZA) diberikan
selama 6 bulan. Selama dua bulan pertama obat diberikan setiap hari,
selanjutnya obat diberikan dua kali dalam satu minggu. Obat tambahan antara
lain streptomycin (diberikan intramuskular) dan ethambutol. Terapi
kortikosteroid diberikan bersama dengan obat antituberkulosis, untuk mengurangi
respon peradangan, misalnya pada meningitis.
3.
Pembedahan :
Dilakukan jika kometerapi tidak berhasil. Dilakukan dengan
mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki
kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis
atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
4.
Pencegahan :
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil
tuberkolusis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang
adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada
analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan kometerapi, pemberian
imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis virulen.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Soeparman (1994), ada beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada pemeriksaan TB Paru, sebagai berikut:
a. Radiologi
Pada
hasil foto toraks posterior anterior (PA), lateral terlihat gambaran infiltrat
atau nodular terutama pada lapangan atas paru, terlihat kavitas, serta
tuberkuloma atau tampak seperti bayangan atau coin lesion. Pada TB
primer tampak gambaran radiologi berupa infiltrat pada paru-paru unilateral
yang disertai pembesaran kelenjar limfe di bagian infiltrat berada.
b. Mikrobiologi
Pemeriksaan
sputum sebanyak 3 kali setiap hari, berdasarkan pemeriksaan pada basil tahan
asam (BTA) guna memastikan hasil diagnosis. Akan tetapi hanya 30% – 70% saja
yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini karena diduga tidak terlalu
sensitif.
c. Biopsi jaringan
Dilakukan
terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian lainnya, dimana dari hasil
terdapat gambaran perkejuan dengan sel langerhan akan tetapi bukanlah merupakan
diagnosis positif dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang
positif adalah ditemukannya kuman mycobacterium tuberkulosa.
d. Bronkoskopi
Hasil
dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan dapat digunakan
untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).
e. Tes tuberculosis
Tes
mantouk diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc Derivat Protein Murni (PPD) secara
intra muskuler (IM), kemudian dapat terlihat dalam 48 – 72 jam setelah dites,
dikatakan positif bila diameter durasi lebih besar dari 10 mm..
f. Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP)
Merupakan
uji serologi imunoperoksidase mengunakan alat histogen imunoperoksidase skrining
untuk menentukan IgG sepesifik terhadap basil tuberkulosis paru.
G.
PATHWAY
Individu
dengan penyakit TBC
|
Resiko
infeksi
|
|
|
|
Jaringan
paru di invasi makrofag
|
|
|
|
|
Batuk
dan nyeri dada
|
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Berkurangnya
oksigenasi darah
|
|
cemas
|
Kurang perawatan diri
|
Malaise
Intoleransi aktivitas
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif
|
|
|
gangguan
pertukaran gas
|
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif., et all. (1999).
Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Smeltzer & Bare, 2002. Rencana
Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Sumantri, 2008. Patofisiologi. Ed.
I. Jakarata : EGC.
Soeparman (1994). Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI
Suryono Slamet,
et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta,
FKUI
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar